Monday 11 March 2013

Makna Kata Iqra (Bacalah) Dalam Surat al–‘Alaq

Kata Iqra (اقرا( yang dalam bahasa Indonesia berarti bacalah, merupakan suatu bentuk kata kerja, yang dalam bahasa Arab disebut fi’il amr merupakan kata dasar atau fi’il mudhori’ dari Qara a – yaqrou (يقرا –قرا (yang artinya membaca.

Surat al Alaq ini merupakan wahyu pertama Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lewat malaikat Jibril di Gua Hira, wahyu pertama ini tidak secara keseluruhan satu surat langsung dari surat al Alaq, wahyu pertama yang Allah turunkan adalah hanya ayat 1 – 5 dari surat al Alaq.

Kata pertama dari surat al Alaq adalah berbunyi Iqra yang artinya bacalah. Bacalah, perintah Allah kepada nabi Muhammad SAW juga termasuk kepada ummatnya adalah diperintahkan untuk membaca. Tetapi, makna dari kata bacalah atau membaca ini tidak hanya sekedar diterjemahkan dalam makna membaca, tetapi membaca disini tidak hanya membaca.

Membaca, betul betul membaca, dalam artian tidak hanya sekedar seperti kita hanya membaca buku saja, itu masih merupakan makna yang sederhana sekali. Padahal,maksud Allah memerintahkan untuk membaca adalah agar umat manusia benar benar membaca, nah bagaimana artian membaca yang sebenarnya?

Disini, saya jelaskan beberapa makna dari kata membaca dalam surat al Alaq, yakni:
Iqra yang artinya bacalah, berarti ummat manusia diperintahkan untuk membaca, membaca bisa juga dimaknai dengan memahami atau fahamilah yang serupa dengan bacalah.
Bisa juga berarti telitilah
Bacalah juga bermakna analisalah, sintesakanlah
Dan bisa juga dengan artian yang lebih luas yaitu temukan teori, temukan ilmu. Karena membaca merupakan salah satu gerbang dari ilmu pengetahuan maka ia jug bermakna temukan ilmu.

Implikasi dari Iqro, ummat Islam itu bisa memproduk sesuatu dengan ilmu atau menciptakan suatu penemuan baru dalam ilmu pengetahuan.

Allah memerintahkan untuk membaca, namun obyek yang dibaca tidak disebutkan dalam Al Qur’an. Allah tidak menentukan apa yang harus dibaca. Artinya, bacalah:
Fenomena, ayat kauliyah dan ayat kauniyah Allah yang terdapat di alam semesta ini.

Ayat kauniyah merupakan ayat ayat berupa alam, seperti adanya ala mini, kita diperintahkan untuk membaca, mempelajari apa yang ada di ala mini, dalam dunia pendidikan seperti kita belajar ilmu eksakta dan ilmu social, itu semua merupakan ayat kauniyah Allah.
Nomena (makhluk gaib/benda gaib/sesuatu yang tidak nampak yang tidak bisa dirasakan oleh indra).

fenomena dan nomena tersebut adalah merupakan obyek ilmu pengetahuan, dimana obyek ilmu pengetahuan yaitu seluruh ilmu ilmu yang berasal dari satu sumber yaitu Allah.

Itulah, sekilas makna Iqra dalam surat al Alaq yang saya dapat dari bangku perkuliahan pada mata pelajaran Tafsir Hadits di semester 3 PAI. Semoga pembaca semua bisa mengambil manfaatnya, dan dapat mengimplementasikan dari makna kata Iqra yang sesungguhnya.

Jadi, kita sebagai ummat Islam sudah mengetahui dan memahami bahwa Allah menyuruh kita semua untuk membaca yang tidak hanya sekedar membaca, maka ummat Islam harus menjadi ummat yang cerdas, tidak boleh bodoh dan mudah dibodohin oleh kaum barat. Yang sejatinya ummat Islam adalah lebih unggul dari ummat lain, maka berbanggalah ummat Islam dengan ilmunya jangan malah mengekor budaya barat. Ummat Islam harus mampu seperti ummat Islam terdahulu yang telah berhasil dan sukses membangun peradaban dunia dengan ilmu pengetahuan.

Lebih penting, sebagai kaum intelektual seperti mahasiswa terlebih mahasiswa muslim harus lebih cerdas dan unggul, harus bisa membaca dengan makna membaca yang sesungguhynya. Semoga, ummat Islam akan selalu sukses dan berhail dengan selalu membaca ayat kauniyah dan kauliyah Allah.


Amin.

Friday 1 March 2013

Soteriologi Salib Bukanlah Jalan Keselamatan Menurut Yesus


Matius 19
19:16. Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
19:17 Jawab Yesus: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepadaku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah ALLAH.”
19:18 Kata orang itu kepada beliau: “Perintah yang mana?” Kata Yesus: “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, 
19:19 hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
19:20 Kata orang muda itu kepada beliau: “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?”
19:21 Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah aku.”
Pertanyaan :
Jika Sang Nabi tidak menyebutkan peristiwa penyaliban sebagai fondasi iman, maka darimanakah anda mengambil kesimpulan bahwa seorang Kristiani harus mempercayai Penyaliban Yesus sebagai jalan Keselamatan?
Darimanakah ajaran yang mengatakan untuk selamat harus mempercayai Yesus sebagai Tuhan atau okum ketuhanan?
Darimanakah doktrin turun temurun yang memvonis barangsiapa yang tidak mempercayai peristiwa penyaliban pasti mendapat kutuk dan maut?
Jawabnya…Tidak ada
Kesimpulannya: anda tidak perlu mempercayai penyaliban Sang Nabi dan tidak perlu mempercayai Yesus sebagai Tuhan…Karena itu semuabukanlah ajaran Nabi Yesus

Nubuat dalam Alkitab Yesaya 60 Yesaya 62 dan Yesaya 35: Kota Mekkah dalam Alkitab..



Nubuat para jamaah haji datang dari seluruh penjuru dunia dgn berjalan kaki, mengendarai unta kurus dan unta gemuk..hitam dan putih bertemu dan berjabat tangan..Saling mengajarkan Islam untuk negerinya masing2..
Yesaya 60:6 Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu,unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba,akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN
Berikut nubuat Yesaya 60 tentang ibadah menyembelih, ibadah qurban di Tanah Suci Makkah…Ketika ternak Suku Qaidaar Bani Ismael dan Suku Nabayuut dipersembahkan di Hari Raya Haji…Idul Adha..Di Saudi Arabia
Yesaya 60:7 Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba jantan Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan Bait keagungan-Ku.
Berikut nubuat Yesaya 60 tentang kejayaan kota Mekkah yang dahulu ditinggalkan tidak berpenghuni …Maka Mekkah akan hidup di malamnya dan siangnya…Bait Allah berdiri kokoh..
Yesaya 60:15. Sebagai ganti keadaanmu dahulu, ketika engkau ditinggalkan, dibenci dan tidak disinggahi seorangpun, sekarang Aku akan membuat engkau menjadi kebanggaan abadi, menjadi kegirangan turun-temurun.
Berikut nubuat Yesaya 60 tentang pintu gerbang Mekkah senantiasa terbuka untuk para peziarah Umroh maupun Haji…dari seluruh negara mereka memberikan kekayaannya kepada negeri yang GERSANG…
Yesaya 60:11 Pintu-pintu gerbangmu akan terbuka senantiasa, baik siang maupun malam tidak akan tertutup, supaya orang dapat membawa kekayaan bangsa-bangsa kepadamu, sedang raja-raja mereka ikut digiring sebagai tawanan.
Berikut nubuat Yesaya tentang kota Mekkah padang gersang yang tidak dilirik oleh para pewaris Alkitab bahkan tidak dianggap…akan menjadi berharga dengan “Damai Sejahtera”..ISLAM
Yesaya 60:17 Sebagai ganti tembaga Aku akan membawa emas, dan sebagai ganti besi Aku akan membawa perak, sebagai ganti kayu, tembaga, dan sebagai ganti batu, besi; Aku akan memberikan damai sejahtera dan keadilan yang akan melindungi dan mengatur hidupmu.
Berikut nubuat Yesaya 62 tentang kota Makkah…Makkah hari ini berarti : “Kota yang Dicari-cari”..”Kota Yang Dirindukan”..Tercantum dalam website Free Dictionary dalam http://www.thefreedictionary.com/Meccasebagai “a place that attracts many visitors”
Yesaya 62:12 Orang akan menyebutkan mereka “bangsa kudus”, “orang-orang tebusan TUHAN”, dan engkau akan disebutkan “yang dicari”, “kota yang tidak ditinggalkan”.
Berikut nubuat Yesaya 60 tentang keamanan Makkah yang tersebar setelah pengutusan seorang Nabi..
60:18 Tidak akan ada lagi kabar tentang perbuatan kekerasan di negerimu, tentang kebinasaan atau keruntuhan di daerahmu; engkau akan menyebutkan tembokmu “Selamat” dan pintu-pintu gerbangmu “Pujian”.
Berikut nubuat Yesaya 35 bahwa kota Makkah tidak diperkenankan dimasuki oleh kaum Non Muslim…dan para wanita haid dan orang yang belum mandi tahir (mandi junub) dilarang masuk ke kawasan Masjid Al-Haram
Yesaya 35:8 Di situ akan ada jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus; orang yang tidak tahir tidak akan melintasinya, dan orang-orang pandir tidak akan mengembara di atasnya.

Asal mula kata “TUAN” menjadi kata “TUHAN” dalam Alkitab Bahasa Indonesia

Berikut adalah nukilan dari seorang ahli bahasa Indonesia Remy Syladoketika beliau mencari asal kata TUHAN dalam bahasa Indonesia. Semoga bermanfaat.
…”Ada lagi perkataan yang hebat sekali, terjadi dalam bahasa orang Indonesia, yang awalnya tersua dalam bahasa tulis Melayu berhuruf Latin, juga melintas dari tradisi gereja, yaitu perkataan yang dengan sendirinya dipahami dari sudut teologi Nasrani, menyangkut substansi ilahi dalam insani. Perkataan yang dimaksudkan adalah Tuan danTuhan.
Pemakai bahasa Indonesia semuanya mengerti bahwa perkataan tuan sifatnya insani, dan perkataan tuhan sifatnya ilahi. Artinya, walaupun dalam kata tuan diterangkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan beberapa catatan, antara lain: satu orang tempat mengabdi, dua yang memberi pekerjaan, tiga orang laki-laki yang patut dihormati, tetap saja dalamnya tidak mengandung pengertian ilahi.
Sebentar lagi kita akan melihat perubahan ejaan dari Tuan ke Tuhan dalam kitab suci Nasrani terjemahan Melayu dengan huruf Latin. Melalui itu dapat gerangan kita simpulkan bahwa pencarian ejaan yang lebih aktual untuk sebutan khusus bagi Isa Almasih dalam terjemahan bahasa Melayu beraksara Latin-yang bersumber dari injil asli bahasa Yunani untuk perkataan Kyrios-menjadi Tuhan dan sebelumnya Tuan,serta-merta telah melahirkan juga eksegesis yang jamak. Sebelum kita memeriksa bukti itu dengan membuka pelbagai versi terjemahan kitab suci Nasrani tersebut-semuanya masih tersimpan dengan rapi di perpustakaan Lembaga Alkitab Indonesia, yang sebagian fotokopinya kami sertakan di sini-patutlah terlebih dulu kita melihat juga bagaimana orang Nasrani sekarang mencatat perkataan Tuhan dalam kamus-kamusnya tentang gereja.
Agaknya buku pertama yang memberi keterangan tentang Tuhan dengan cara yang mungkin mengejutkan awam adalah Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ. Keterangannya di situ, Tuhan, “arti kata ‘Tuhan’ ada hubungannya dengan kata Melayu ‘tuan’ yang berarti atasan/penguasa/pemilik.” Ensiklopedia yang hanya satu jilid ini pertama terbit pada tahun 1976. Keterangan tersebut masih kita baca lagi dalam ensiklopedianya yang lebih paripurna, terdiri dari lima jilid, terbit pada tahun 1991, yaitu Ensiklopedi Gereja.
Melihat keterangan itu, dan melihat pula pemakaian kata Tuhan merupakan sesuatu yang mudasir dalam agama Kristen, maka boleh dibilang hal itu sepenuhnya merupakan masalah teologi Kristen. Sesuai data yang kita punyai, istilah Tuhan yang berasal dari kata Tuan, pertama hadir dalam peta kepustakaan Melayu beraksara Latin lewat terjemahan kitabsuci Nasrani tersebut. Perkataan ini dimaksudkan untuk mewakili sifat-sifat omnipresensi atas kata bahasa Yunani, Kyrios, dengan kaitannya pada tradisi Ibrani untuk kata Adon, Adonai, dengan aktualitas sebagai raja dalam kata Yahweh. Maka, memang akan membingungkan, jika orang membaca kitabsuci Nasrani terjemahan Indonesia. Dalam kitab pertama, Perjanjian Lama yang aslinya berbahasa Ibrani, untuk kata-kata Adonai dan Yahweh semua diterjemahkan menjadi Tuhan, sementara dalam kitab kedua, Perjanjian Baru, untuk kata Kyrios juga diterjemahkan menjadi Tuhan.
Dalam kitab suci Nasrani bahasa Melayu beraksara Latin terjemahan Brouwerius yang muncul pada tahun 1668, untuk kata yang dalam bahasa Yunaninya, Kyrios, dan sebutan ini diperuntukkan bagi Isa Almasih, diterjemahkannya menjadi tuan. Coba kita periksa itu dalam buku kelima Perjanjian Baru, dari bagian surat injili Paulus kepada umat di Roma. Kita baca bagian 1:1-4, yaitu, “Paulo Jesu Christo pounja hamba, Apostolo bapangil, bertsjerei pada Deos pounja Evangelio, (Nang dia daulou souda djandji derri Nabbi Nabbinja, dalam Sagrada Scriptoura). Derri Annanja lacki lacki (jang souda berjadi derri bidji David dalam daging: Jang dengan coassa souda caliatan jang Annac Deos, dalam Spirito yang bersaksiakan carna bangon derri matti) artinya Jesu Christon Tuan cami.”
Berhubung terjemahan Brouwerius ini dianggap sulit, antara lain banyaknya serapan kata bahasa Portugis, dan karenanya hanya mudah dipakai di kalangan komunitas bekas-bekas budak Portugis, para Mardijker, maka timbul gagasan orang-orang saleh di antara bedebah-bedebah VOC untuk menerjemahkan kembali seluruh bagian Alkitab: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan bahasa Melayu yang benar-benar bagus. Tugas itu diserahkan kepada Melchior Leijdecker, pendeta tentara yang berlatar pendidikan kedokteran.
Melalui terjemahan Leijdecker-lah kita menemukan perubahan harafiah dari Tuan menjadi Tuhan. Dalam kitab terjemahannya ini, ‘Elkitab, ija itu segala suat Perdjandjian Lama dan Baharuw atas titah Segala Tuawan Pemarentah Kompanija, pada perikop yang sama dengan terjemahan Brouwerius di atas, teksnya adalah, “Pawlus sa’awrang hamba ‘Isaj ‘Elmeseih, Rasul jang terdoa, jang tasakuw akan memberita Indjil Allah, (Jang dihulu telah dedjandjinja awleh Nabijnja, didalam Suratan yang khudus). Akan Anaknja laki (jang sudah djadi deri beneh Daud atas perij daging: Jang telah detantukan Anakh Allah dengan kawasa atas perij Rohu-’Itakhdis, deri pada kabangkitan deri antara awrang mati,) janij ‘Isaj Elmeseih Tuhan kamij.”
Jelas, yang tadinya oleh Brouwerius diterjemahkan Tuan-sama dengan bahasa Portugis Senhor, Perancis Seigneur, Inggris Lord, Belanda Heere-melalui Leijdecker berubah menjadi Tuhan. Nanti pada abad-abad berikut, sepanjang 200 tahun, penerjemah Alkitab bahasa Melayu melanjutkan penemuan Leijdecker tersebut. Kini kata Tuhan yang mula-mula ditemukan Leijdecker untuk mewakili dua pengertian pelik insani & ilahi dalam teologi Kristen atas sosok Isa Almasih-masalah rumit yang memang telah menyebabkan gereja bertikai dan setelah itu melahirkan kredo-kredo: Nicea, Constantinopel, Chalcedon-akhirnya menjadi lema khas dalam bahasa Indonesia.
Apa yang dilakukan Leijdecker, mengapa Tuan menjadi Tuhan, merupakan masalah khas bahasa Indonesia. Hadirnya huruf ‘h’ dalam beberapa kata bahasa Indonesia, seperti ‘asut’ menjadi ‘hasut’, ‘utang’ menjadi ‘hutang’, ‘empas’ menjadi ‘hempas’, ‘silakan’ menjadi ‘silakan’, agaknya seiring dengan kasus nominatif dan singularis dalam tatabahasa Sansekerta ke Kawi dan Jawa. Misalnya tertulis ‘hana’ dibaca ‘ono’, ‘hapa’ dibaca ‘opo’. Di samping itu gagasan Leijdecker mengeja Tuhan untuk mengiring lafaz palatal ‘n’ dengan tepat. Banyak orang yang baru belajar Melayu, bekas budak Portugis asal Goa, terpengaruh Portugis, melafaz ‘n’ menjadi ‘ng’. Juga di Ambon, di pusat tujuan bangsa-bangsa Barat untuk memperoleh rempah-rempah, Tuan dibaca Tuang. Bahkan setelah Leijdecker mengeja Tuhan pun, orang Ambon tetap membacanya Tuang, sampai sekarang. Maka, di Ambon Tuang Ala berarti Tuhan Allah. Selain itu orang Kristen Ambon menyebut Allah Bapa sebagai Tete Manis, harafiahnya berarti ‘kakek yang baik’.
Leijdecker sendiri banyak melakukan kerancuan transliterasi atas kata-kata Melayu dari aksara Arab gundul ke Latin. Melalui contoh acuan perikop di atas, terlihat jelas, bahwa ia tidak mengetahui ketentuan menulis kata-kata Melayu dalam aksara Arab gundul. Umpamanya, agar ‘w’ dan ‘y’ berbunyi ‘o’ dan ‘i’ di depannya harus dipasang alif. Contohnya ‘orang’ adalah (), ‘oleh’ adalah (), ‘itu’ adalah ().
Sudah tentu terjemahan Leijdecker itu tidak mudah dipahami oleh pembaca awam. Karenanya, di abad berikut, di zaman penjajahan Inggris, timbul gagasan untuk merevisi terjemahan Leijdecker tersebut. Robert Hutchings, pastor gereja Anglikan, menghitung sekitar 10.000 kata yang diacu Leijdecker itu tidak tersua dalam kamus Melayu karya William Marsden yang standar baru itu. Terjemahan revisi ini terbit pada tahun 1817, dicetak di Serampura, India.
Sebelum itu, dua tahun setelah Gubernur Jenderal Inggris Raffles, menggantikan kedudukan Gubernur Jenderal Belanda Janssens, telah datang seorang zending dari lembaga London Missionary Society, yaitu William Milne, ke Malaka menemui Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, meminta bantuannya untuk merevisi terjemahan Leijdecker. Lalu, bersama Claudius Thomsen, mereka mengerjakan revisi atas terjemahan Leijdecker tersebut. Abdullah bin Abdulkadir Munsyi merasa terganjel khususnya pada sebutan ‘bapa’ kepada Allah, dan ‘anak Allah’ kepada Isa Almasih. Memang, perkataan itu dipahami pihak Nasrani sebagai acuan teologis, bukan antropologis, untuk mengaktualkan hakikat masyiah dari leluri Ibrani, yang berkonteks diurapi dan bangkit dari kematian.
Setelah itu masih dilakukan lagi revisi-revisi terjemahan Melayu atas kitabsuci Nasrani tersebut oleh pihak zending Inggris. Yang berikut dipimpin oleh Benjamin Keasberry, dan karyanya itu dibantu pula oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Revisi terjemahan ini terbit pada tahun 1852, dicetak di Singapura.
Namun, di antara sekian banyak revisi yang dikerjakan sepanjang abad ke-19 sampai abad ke-20, bahkan sampai bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan Indonesia, terlihat dengan jelas, bahwa lema yang digagas Leijdecker untuk menyebut Isa Almasih, Tuhan, telah terus terpakai. Penyusun kamus di abad ke-19 pun membakukannya sebagai lema tersendiri di luar Tuan.
Terjemahan kitabsuci Nasrani yang dianggap tertib bahasa Melayunya adalah yang dikerjakan Klinkert. Ia membakukan Tuhan dalam kitab terjemahan itu menurut pengertian yang sama dengan bahasa sekarang. Klinkert menulis dua versi, yaitu edisi Melayu rendah, Wasijat Yang Baroe, terbit pada tahun 1875; dan edisi Melayu tinggi, Kitaboe’lkoedoes, terbit pada tahun 1879. Versi yang kedua ini merupakan kitab yang paling populer di Minahasa. Di Minahasalah tempat lahirnya gereja protestan yang berorientasi kebangsaan, lima tahun setelah Sumpah pemuda, yaitu KGPM.
Kini, secara linguistik, tidak ada masalah bagi kata Tuhan yang muradif dengan pengertian ilahi. Nama ini pun sudah maktub dalam Pancasila. Yang tidak kurang melahirkan pertanyaan, mengapa sila pertama itu berbunyi ‘ketuhanan yang mahaesa’, ‘bukan ‘Tuhan yang mahaesa’ saja. Dengan ‘ketuhanan’, terkesan seakan-akan ada banyak Tuhan di Indonesia, tapi hanya satu Tuhan yang mesti disembah. Memang, dalam kalimat ini kita meraba adanya kompromi politis dari pendiri-pendiri republik. Tidak muncul diskusi bahasa mengenai hal itu sebelum amandemen yang lalu.”..-Selesai kutipan-

Remy Sylado ahli bahasa
URL source: